Politisi Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa terpilih sebagai Ketua Panitia Khusus (Pansus) hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemilihan pimpinan pansus dilakukan melalui rapat tertutup.
"Telah terpilih pimpinan pansus, Ketua Pak Agun Gunandjar, Wakilnya Risa Mariska (PDI-P), Pak Dossy Iskandar (Hanura) dan Pak Taufiqulhadi (Nasdem)," kata Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon seusai memimpin rapat pemilihan pimpinan pansus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/6/2017).
Penunjukan Agun sebagai Ketua Pansus hak angket KPK kemudian mengundang tanya. Sebab, nama Agun merupakan satu dari sejumlah politisi Senayan yang terseret kasus dugaan korupsi e-KTP.
Agun sebagai mantan anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 disebut menerima fee dari proyek pengadaan e-KTP sebesar satu juta dollar AS. Saat itu, Agun juga merupakan anggota Badan Anggaran DPR. (Dok. http://nasional.kompas.com/read/2017/06/08/09332171/konflik.kepentingan.di.pansus.hak.angket.kpk)
Dewan Perwakilan Rakyat secara resmi menyepakati usul hak angket terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30/2002 tentang KPK.
Hak angket yang ditujukan untuk membuka bukti rekaman pemeriksaan KPK terhadap anggota DPR Fraksi Hanura Miryam S Haryani dalam dugaan korupsi e-KTP itu disahkan dalam rapat paripurna, Jumat (28/4), yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
Meski telah disepakati, nyatanya hak angket masih menuai penolakan dari mayoritas fraksi di DPR, seperti Gerindra, Demokrat, PKS, PKB, PPP, hingga PAN. Mereka berbondong-bondong menyatakan tidak sepakat dengan hak angket terhadap KPK karena khawatir mengganggu kinerja lembaga tersebut. (Dok. https://www.cnnindonesia.com/politik/20170503080033-32-211813/salah-kaprah-angket-dpr-untuk-kpk/
Hak angket yang ditujukan untuk membuka bukti rekaman pemeriksaan KPK terhadap anggota DPR Fraksi Hanura Miryam S Haryani dalam dugaan korupsi e-KTP itu disahkan dalam rapat paripurna, Jumat (28/4), yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
Meski telah disepakati, nyatanya hak angket masih menuai penolakan dari mayoritas fraksi di DPR, seperti Gerindra, Demokrat, PKS, PKB, PPP, hingga PAN. Mereka berbondong-bondong menyatakan tidak sepakat dengan hak angket terhadap KPK karena khawatir mengganggu kinerja lembaga tersebut. (Dok. https://www.cnnindonesia.com/politik/20170503080033-32-211813/salah-kaprah-angket-dpr-untuk-kpk/
Dari dua berita di atas, merupakan beberapa kasus DPR dan KPK yang masih berlangsung di kehidupan berpolitik Indonesia. Konflik kepentingan Pansus Hak Angket KPK dan penyalahartian tentang Angket DPR untuk KPK, bagaimanakah pendekatan ilmu politiknya?
- 1. Pendekatan Tradisional
- 2. Pendekatan Perilaku
- 3. Pendekatan Pasca-Perilaku
- 4. Pendekatan Neo Marxis
Pendekatan ini memilih kekuasan serta konflik yang terjadi dalam negara, pendekatan ini menganggap konflik antar kelas merupakan dialektis paling penting dalam mendorong perkembangan masyarakat, dan mereka yakin konflik lain sangat berhubungan erat dengan konflik antar kelas, DPR dan KPK memiliki konflik yang terdiri dari berbagai aspek, sehingga bisa dibilang menurut pendekatan ini, konflik antara DPR dan KPK akan mendorong perkembangan masyarakat.
- 5. Pendekatan Ketergantungan
Pendekatan ini menitikberatkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara dan mewakili "suara negara-negara pinggiran" untuk menantang hegemoni dari negara maju, pendekatan ini bersifat internasional sehingga kurang memiliki hubungan dengan kasus DPR vs KPK.
- 6. Pendekatan Pilihan Rasional
Pendekatan ini berpusat kepada lembaga-lembaga, karena menurut pendekatan ini tanpa lembaga, individu akan kacau dan tidak dapat hidup tentram, mereka mempelajari bagaimana lembaga membatasi berbagai interaksi antara aktor-aktornya, ini memiliki hubungan dengan kasus DPR vs KPK, yaitu Agun Gunandjar sebagai Pansus Hak Angket KPK, yang diduga melakukan korupsi e-KTP.
- 7. Pendekatan Institusionalisme Baru
Pendekatan ini dianggap sebagai suatu pendekatan yang luas, beraneka ragam dan bentuk terhadap politik, yang disatukan bahwa institusi menjelaskan sebagian besar kehidupan politik, tentunya pendekatan ini sangat berhubungan dengan kasus DPR vs KPK karena pendekatan ini merupakan pendekatan yang luas terhadap politik.
Kesimpulannya:
Sebuah kasus politik dapat dilihat dengan berbagai macam pendekatan yang berbeda-beda, sehingga tidak seharusnya kita hanya melihat melalui satu pendekatan, karena sebagai akademisi/mahasiswa, baiknya berpandangan yang luas, karena ilmu politik adalah ilmu yang beraneka ragam dan bentuk, dan selalu dinamis di kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
(Ditulis berdasarkan referensi makalah Ilmu Politik kelompok 1)